Monday, November 5, 2012

Pendekatan Perilaku dalam Ilmu Politik


Pendekatan Perilaku timbul dan mulai berkembang di Amerika Serikat pada tahun 1950-an seusai Perang Dunia II. Adapaun sebab-sebab kemunculannya adalah sebagai berikut. Pertama, sifat deskriptif dari ilmu politik dianggap tidak memuaskan, karena tidak realistis dan sangat berbeda dengan kenyataan sehari-hari. Kedua, ada kekhawatiran bahwa, jika ilmu politik tidak maju dengan pesat, ia akan ketinggalan dibandingkan dengan ilmu-ilmu lainnya, seperti sosiologi dengan tokohnya Max Weber (1864-1920) dan Talcott Parsons (1902-1979), antropologi, dan psikologi. Ketiga, dikalangan pemerinitah Amerika Serikat telah muncul keraguan mengenai kemampuan para sarjana ilmu politik untuk menerangkan fenomena politik.

Salah satu pemikiran pokok dari Pendekatan Perilaku ialah bahwa tidak ada gunanya membahas lembaga-lembaga formal, karena pembahasan seperti itu tidak banyak memberi informasi mengenai proses politik yang sebenarnya. Sebaliknya, lebih bermanfaat untuk mempelajari perilaku (behavior) manusia karena merupakan gejala yang benar-benar dapat diamati. Pembahasan mengenai perilaku bisa saja terbatas pada perilaku perorangan saja, tetapi dapat juga mencakup kesatuan-kesatuan yang lebih besar seperti organisasi kemasyarakatan, kelompok elite, gerakan nasional, atau suatu masyarakat politik (polity).

Pendekatan ini tidak menganggap lembaga-lembaga formal sebagai titik sentral atau sebagai aktor yang independen, tetapi hanya sebagai kerangka bagi kegiatan manusia. Jika penganut Pendekatan Perilaku mempelajari parlemen, maka yang dibahas antara lain perilaku anggota parlemen seperti pola pemberian suaranya (voting behavior) terhadap rancangan undang-undang tertentu (apakah pro atau anti, dan mengapa demikian), pidato-pidatonya, giat-tidaknya memprakarsai rancangan undang-undang, cara berinteraksi dengan teman sejawat, kegiatan lobbying dan latar belakang sosialnya.

Mereka pada umumnya meneliti tidak hanya perilaku dan kegiatan manusia, melainkan juga orientasinya terhadap kegiatan tertentu seperti sikap, motivasi, persepsi, evaluasi, tuntutan, harapan, dan sebagainya. Berdasarkan anggapan bahwa perilaku politik hanya salah satu dari keseluruhan perilaku, maka pendekatan ini cenderung untuk bersifat interdisipliner. Ia tidak saja mempelajari faktor pribadi, tetapi juga faktor-faktor lainnya seperti budaya, sosiologis, dan psikologis. Disamping itu, pendekatan perilaku menampilkan suatu ciri khas yang revolusioner yaitu suatu orientasi kuat untuk lebih mengilmiahkan ilmu politik.
 
;